Presiden Joko Widodo mengingatkan, meskipun perdagangan di dunia digital (e-commerce) sedang merajalela, Indonesia harus tetap berhati-hati. Jokowi berpesan bahwa sah-sah saja memperhatikan dan memberi dorongan terhadap e-commerce Indonesia dan startup untuk meningkat ke level berikutnya. Namun, konsekuensi terbesarnya adalah akan ada banyaknya pusat belanja mall fisik yang tutup.
E-commerce indonesia dan perusahaan startup memang memerlukan modal dengan jumlah yang besar agar bisa berkembang ke level yang lebih tinggi. Namun, hal tersebut tentunya perlu dilakukan dengan sangat hati-hati.
Jokowi menganggap bahwa dengan banyaknya orang yang lebih memilih belanja di rumah karena praktis memungkinkan mal-mal di Indonesia akan banyak yang tutup. E-commerce indonesia sendiri diharapkan untuk membantu petani, usaha mikro di kampung-kampung, nelayan, desa, hingga pelosok.
Jokowi sempat mengungkapkan bahwa dirinya bingung menghadapi ketertinggalan perkembangan startup di Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Sebelumnya, Jokowi sendiri pernah berkunjung ke Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa lainnya, salah satu tujuannya adalah untuk melihat perkembangan startup yang ada di negara tersebut.
Baca juga: Mayoritas Pelanggan Usia Muda Bantu Tingkatkan E-Commerce di Indonesia
Namun, pertanyaannya adalah betulkah kekhawatiran Jokowi akan ada banyak mal yang tutup seiring dengan pertumbuhan startup dan e-commmerce jakarta atau di kota-kota Indonesia lainnya? Kekhawatiran Jokowi sendiri bukan tanpa alasan. Mengacu pada hasil riset Colliers International Indonesia, ruang-ruang kosong yang ada di pusat perbelanjaan Jakarta sudah mencapai tiga setengah kali lipat dari luas Plaza Indonesia. Ini berarti ada sekitar 372.614 meter persegi yang tidak terisi.
Steve Sudijanto, selaku Associate Director Retail Service Colliers International Indonesia justru berhasil menepis kekhawatiran dari Jokowi terkait ruang-ruang kosong pusat belanja yang terus meningkat. Menurutnya, pusat-pusat perbelanjaan yang ada di Indonesia masih dapat bertahan. Terlebih pusat perbelanjaan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia yang masih menjadi tujuan masyarakat. Dengan demikian, Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia masih memiliki peluang untuk membangun pusat perbelanjaan.
Tren ke Depan
Sementara itu, menurut CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, meskipun pusat perbelanjaan masih dapat bertahan tapi konsep yang akan diusung lebih mengarah ke gaya hidup (lifestyle mall). Dengan perkembangan tren yang semakin dinamis seperti sekarang ini, Hendra mengungkapkan bahwa pusat-pusat perbelanjaan akan menjadi show room untuk memamerkan produk terbaru dari para peritel.
Pasalnya, masyarakat yang berkunjung ke mall belum tentu berbelanja. Mereka hanya sekedar mencoba produk baru karena membelinya secara online jauh lebih menarik dan menguntungkan dengan berbagai promo pembelian.
Baca juga: Ini Dia Platform Terbaik E-Commerce Indonesia
Sementara itu pelaku bisnis ritel terbesar di Indonesia, PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAP) dengan sigap mengantisipasi perubahan kecenderungan masyarakat dalam berbelanja dengan membangun platform baru yang bisa diakses dengan jaringan internet. MAP adalah perusahaan ritel gaya hidup yang memiliki lebih dari 150 merek global dan 2.000 gerai ritel di berbagai kota di Indonesia.
Pengembangan platform milik MAP itu sendiri termotivasi dengan pesatnya pertumbuhan e-commerce semakin hari. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informati, nilai industri e-commerce akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai angka 130 miliar dollar AS pada tahun 202 nanti.